Jumat, 05 Maret 2010

Hilangnya Ideologi Kepartaian

Hilangnya Ideologi Kepartaian

Jika melihat perkembangan politik saat ini, sangat memungkinkan bagi seseorang bergonta ganti baju partai politik. Hal tersebut tidak terlepas dari sistem demokrasi yang memberikan hak penuh bagi seseorang untuk memilih dan dipilih. Dalam realitanya hak tersebut telah disalahgunakan untuk kepentingan pragmatis yang mengakibatkan tidak statisnya pilihan pada satu partai politik.
Antara partai politik, politisi dan konstituen terjadi mutualisme tidak berdasarkan ideologi akan tetapi berdasarkan kepentingan politik murni. Sehingga tidak sedikit partai politik melamar seseorang yang dianggap mempunyai pengaruh dan kekuasaan tanpa melihat dari mana dia berasal. Maka sungguh ironis nasib kader partai yang telah mengerahkan segala usahanya memajukan partai dan mengusung nilai idealisme, harus terkebiri karena kepentingan pragmatis.
Telah terjadi kerancuan paradigma antara tujuan didirikannya partai politik dan realitas politik. Idealnya partai politik tidak hanya menjadi kendaraan untuk mendapatkan kekuasaan. Setiap partai politik tentunya mempunyai visi dan misi sebagai wujud interpretasi ideologi. Seluruh kebijakan yang dilaksanakan tidak terlepas dari idealisme yang dibangun. Sebagai usaha mempertahankan nilai ideologi dan idealisme inilah setiap partai politik memiliki sistem pengkaderan yang berbasis doktrinasi.
Berbeda dengan realitas politik, dimana kekuasaan murni sebagai tujuan utama dari partai politik. Nilai ideologi dan idealisme dalam hal ini hanya dijadikan jargon sebagai daya pikat meraih suara dalam pemilu. Maka tidak mengherankan apabila terjadi koalisi yang tidak sehat antara partai politik, politisi dan konstituen dalam meraih kekuasaan.
Dampak dari partai politik yang berorientasi kekuasan adalah terjebak dalam kuasa orang yang berkepentingan. Para politisi melihat partai politik sebatas kendaraan untuk meraih kekuasaan. Dalam hal ini tidak ada nilai ideologi atau idealisme partai politik untuk kepentingan bersama. Akibatnya kekuasaan menjadi tempat merealisasikan kepentingan pribadi bukan kepentingan umum.
Ada beberapa solusi memulihkan permasalahan saat ini. Pertama, pendidikan politik bagi konstituen, tujuan utamanya adalah masyarakat yang melek politik. Diharapkan dari konstituen mengenal partai politik tidak hanya sebatas kendaraan untuk medapatkan kekuasaan. Sudah seharusnya konstituen mengenal ideologi dan idealisme partai politik, sehingga tidak terjebak dalam politik kotor yang mengakibatkan tidak statisnya konstituen dalam memilih partai politik.
Kedua, usaha elit partai politik menumbuhkan kesadaran bersama bagi konstituen untuk setia terhadap ideologi dan idealisme partai politiknya. Termasuk tidak mencari calon yang diusung selain kader yang telah teruji loyalitasnya terhadap ideologi dan idealisme partai. Pilahan calon yang asal comot demi kepentingan politik pragmatis akan berdampak kepada ketidak percayaan konstituen terhadap partai politik tersebut.
Ketiga, perbaikan sistem pemilihan calon yang diusung partai, selama ini para calon dipilih langsung oleh konstituen. Seharusnya para konstituen memilih partai politik bukan personal calon. Disamping menghindari pertikaian antara anggota partai, lebih dari itu untuk mengembalikan bergenning partai politik.
Para elit politik harusnya menyadari bahwa partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu untuk kepentingan konstituennya. Sehingga dalam kebijakannya tidak hanya mempertimbangkan kekuasaan politik, lebih dari itu nilai-nilai ideologi harus menjadi acuan utama.